Monday, September 1, 2014

Krisis Bahan Bakar Minyak dan Gas



Analisis          :

I.          UU Migas No.22/2001
“Dihilangkan penguasaan/kedaulatan dan kepemilikan Negara atas asset/kekayaan sumber daya alam migas serta diserahkan pemenuhan kebutuhan bahan bakar minyak dan gas dalam negeri berikut harga jualnya sepenuhnya pada mekanisme pasar. Pemerintah diarahkan untuk berperan sebagai regulator dan pengawasan yang baik dan fair.”

Dalam undang-undang tersebut, pemerintah tidak bisa menentukan harga BBM. Dan harga BBM sepenuhnya ditangan perusahan asing maupun dalam negeri. Ini sangat berdampak buruk, karena semakin banyak penguasaan perusahaan asing maka semakin memperkecil produktivitas nasional dan terjadilah krisis BBM. Dimana suatu perusahaan tujuan utamannya adalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, sehingga kesejahteraan masyarakat kurang diperhatikan. Dan ini sejalan dengan pendapat, Fariedwijdan (2008) penyebab krisis BBM di Indonesia adalah liberalisasi pengelolaan migas. Yang berarti, Indonesia membebaskan seluruh perusahaan asing maupun swasta untuk berinvestasi di bidang minyak dan gas tanpa memperhatikan industri perminyakan nasional dan daya beli masyarakat.  Sehingga, pemerintah hanya bisa menentukan seberapa besar dana yang disubsidi untuk BBM disetiap tahunnya. Dan kita bisa menarik kesimpulan, bahwa UU Migas No.22/2001 menyebabkan kilang-kilang minyak di Indonesia didominasis oleh perusahan minyak asing seperti Chevron, Shell, Unocal dan Total. Dimana dari penghasilan perusahaan itu, Indonesia hanya mendapatkan 50% dari keuntungan. Jauh lebih kecil dibandingkan perusahaan dalam negeri, apa lagi milik negara.

II.        Berdasarkan Badan Pusat Statistik Indonesia,
ekspor migas naik sebesar 21,50 persen, yaitu dari US$2.282,6 juta menjadi US$2.773,4 juta. Lebih lanjut peningkatan ekspor migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor minyak mentah sebesar 22,62 persen menjadi US$963,9 juta dan ekspor hasil minyak sebesar 31,64 persen menjadi US$415,8 juta, demikian juga ekspor gas meningkat sebesar 18,04 persen menjadi US$1.393,7 juta.” Sehingga dapat disimpulkan, Indonesia mengalami peningkatan ekpor minyak mentah ke negara-negara luar. Padahal, tujuan utama untuk mengekspor adalah menambah devisa suatu Negara. Memang benar kegiatan ini menambah devisa suatu negara, akan tetapi keuntungan yang didapat jauh lebih kecil dibanding mengolah minyak mentah terlebih dahulu. Selain itu, harga BBM di Indonesia ditentukan berdasarkan harga minyak rata-rata dunia, ketika harga minyak dunia naik, maka berdampak pada harga minyak di Indonesia. Dan di tambah lagi dengan kecilnya nominal rupiah di mata dunia. Sehingga terjadilah ketidak stabilan harga minyak di Indonesia. Jika terjadi lonjakan yang begitu besar di dunia, maka harga minyak di Indonesia akan naik dan dana subsidi BBM akan meningkat sehingga dapat terjadilah krisis BBM.

Solusi      :

http://finance.detik.com
     Menurut saya salah satu penyelesaian yang paling tepat, cepat dan mudah adalah menggunakan e-card (electronic card). Tetapi, tidak semua orang bisa mendapatkan e-card dan ada beberapa persyaratan yang harus diajukan, seperti SIM, KTP dan Slip Gaji. Nah, dari Slip Gaji itu bisa ditentukan berapa banyak subsidi BBM yang didapatkan setiap bulannya. Jadi, Orang yang merasa membutuhkan subsidi BBM akan mengajukan pembuatan e-card. Dan subsidi BBM pun akan terpakai atau digunakan oleh orang yang  membutuhkan. Sehingga, anggaran dana untuk subsidi BBM akan berkurang, berguna secara efektif, efisien dan krisis BBM akan teratasi.
    Untuk jangka menengah kita dapat menggunakan energi terbarukan yang jauh lebih terjangkau untuk mendapatkannya, seperti bioethanol sebagai pengganti bensin yang diperoleh dari tanaman tebu, jagung, sagu dan tanaman ini sangat umum dijumpai di indonesia. Lalu biodiesel sebagai pengganti solar. Biodiesel sangat mudah didapatkan, dapat dihasilkan dari minyak tumbuhan sawit dan kelapa. Baiknya, biodiesel sudah mulai digunakan di Indonesia sebagai alaternatif solar.
   Dan untuk jangka panjang, mobil listrik salah satu teknologi yang dapat mengurangi penggunaan BBM. Karena selain mobil listrik tidak membutuhkan bensin/solar, mobil ini juga dapat mengurangi polusi udara yang dihasilkan oleh knalpot karena dari hasil pembakaran. Akan tetapi,mobil listrik perlu diisi yang tidak seperti mengisi bensin, tentu pemerintah harus menyediakan tempat pengisian yang aman, efisien dan hemat energi. Dengan itu, Indonesia bisa memanfaat panas bumi untuk menggerakan generator menjadi pembangkit listrik di tempat pengisian mobil listrik.


Refrensi    :
-          Badan Pusat Statistik Indonesia (http://www.bps.go.id)
-          http://digilib.its.ac.id
-          http://fariedwijdan.wordpress.com
-     http://io.ppijepang.org

2 SHS, Depok

1 JHS, Balikpapan